Kisah Heroik Pangeran Antasari

 

Sobat klikponsel, ketika kita membicarakan pahlawan nasional, nama Pangeran Antasari dari Kalimantan Selatan pasti langsung terlintas. Sosoknya yang gagah, berani, dan tak kenal menyerah menjadi simbol perlawanan rakyat Banjar terhadap kolonialisme Belanda pada abad ke-19. Kisah perjuangannya bukan hanya sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah epik tentang harga diri, keadilan, dan kesatuan. Perlawanan yang dipimpinnya, yang dikenal sebagai Perang Banjar (1859-1905), menjadi salah satu perang terpanjang dan paling gigih yang pernah dihadapi Belanda di Nusantara. Mari kita telusuri jejak langkah sang Pangeran dan mengapa semangatnya, “Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing” (Haram Menyerah, Baja Sampai Ke Ujung), masih relevan hingga kini.

Latar Belakang Sang Pangeran: Dari Bangsawan Terbuang Menjadi Pemimpin Rakyat

Pangeran Antasari, yang terlahir dengan nama Gusti Inu Kartapati, berasal dari garis keturunan bangsawan Kesultanan Banjar. Beliau adalah cucu dari Pangeran Amir. Sayangnya, garis keturunan ayahnya sempat terpinggirkan dari takhta kesultanan akibat konflik internal dan campur tangan Belanda. Tidak seperti pangeran lain yang hidup mewah di lingkungan istana, Antasari justru tumbuh besar di tengah-tengah rakyat biasa.

Kehidupan yang dekat dengan rakyat jelata inilah yang menempa wataknya menjadi pribadi yang berwatak keras, ulet, dan peduli terhadap penderitaan rakyatnya. Beliau menyaksikan langsung bagaimana Belanda secara perlahan merusak tatanan kesultanan, mulai dari campur tangan politik, perdagangan yang tidak adil, hingga eksploitasi sumber daya alam seperti tambang batu bara.

Puncak dari kekecewaan dan kemarahan Pangeran Antasari serta rakyat Banjar terjadi ketika Belanda secara sepihak mengangkat Sultan Tamjidillah (yang dianggap sebagai boneka Belanda) dan menghapuskan Kesultanan Banjar pada tahun 1860. Tindakan ini dianggap sebagai penghinaan besar terhadap martabat Kesultanan dan rakyat Banjar. Tekadnya pun bulat: melawan penjajah hingga titik darah penghabisan.

Perang Banjar: Api Perlawanan yang Tak Terpadamkan

Pada April 1859, Pangeran Antasari memimpin sebuah serangan berani ke pos-pos pertahanan strategis Belanda. Serangan ini menjadi penanda dimulainya Perang Banjar. Medan pertempuran pertama yang diserang adalah pos pertambangan batu bara Belanda di Pengaron. Keberhasilan awal ini memberikan suntikan semangat yang besar bagi rakyat.

Perjuangan Pangeran Antasari tidak hanya terbatas pada kalangan suku Banjar saja. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang mampu mempersatukan berbagai suku di Kalimantan, termasuk suku-suku Dayak dari pedalaman sepanjang Sungai Barito (seperti Ngaju, Maanyan, dan Siang). Beliau mengangkat isu perang sabil (perang suci) melawan penjajah, yang sangat efektif menggerakkan semangat juang seluruh lapisan masyarakat. Berbagai suku dari Benua Ampat, Benua Lima, hingga Kapuas dan Kahayan bersatu di bawah komandonya.

Strategi Perang Gerilya yang Cerdas:

Pangeran Antasari dikenal sebagai ahli siasat perang gerilya yang ulung. Beliau tidak pernah mau bertempur secara terbuka dalam skala besar melawan pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Sebaliknya, pasukannya menggunakan taktik serangan mendadak (raid) dan pengunduran diri teratur untuk menghindari kerugian besar, lalu menghilang ke dalam hutan rimba Kalimantan yang sulit ditembus. Taktik gerilya ini membuat pasukan kolonial frustrasi dan terus-menerus kehilangan tenaga serta logistik.

Beberapa pertempuran sengit yang dipimpinnya antara lain:

  1. Penyerangan Benteng Pengaron (1859): Serangan pembuka yang berhasil melumpuhkan pusat pertambangan Belanda.
  2. Pertempuran di Banyu Irang dan Marabahan: Pertempuran yang menunjukkan meluasnya perlawanan di sepanjang sungai-sungai utama.
  3. Pertempuran Benteng Tongka (1861): Pertempuran ini sangat merepotkan Belanda, di mana Antasari dan pasukannya berhasil memukul mundur gelombang serangan Belanda yang didukung kapal perang.

Puncak Kepemimpinan: Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin

Mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin yang sah dan spiritual, pada 14 Maret 1862, Pangeran Antasari dinobatkan oleh para pejuang dan kepala suku sebagai pemimpin tertinggi Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan gelar yang agung: Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.

Gelar ini memiliki makna yang mendalam: Pemimpin Pemerintahan, Panglima Perang, dan Pemuka Agama Tertinggi. Penobatan ini tidak hanya memberikan legitimasi politik, tetapi juga memperkuat ikatan spiritual dan komitmennya untuk memimpin perang melawan orang-orang kafir (penjajah Belanda). Pangeran Antasari menolak segala bentuk kompromi atau bujukan damai dari Belanda, berpegang teguh pada prinsipnya.

Akhir Perjuangan dan Warisan Abadi

Sayangnya, perjuangan Pangeran Antasari harus berakhir. Bukan di tangan peluru musuh, melainkan karena penyakit. Kondisi perang yang keras, sulitnya logistik (kurangnya amunisi dan makanan), serta hidup berpindah-pindah di hutan membuat kondisi fisiknya menurun.

Pada 11 Oktober 1862, Pangeran Antasari wafat di pedalaman dekat Muara Teweh, akibat penyakit cacar. Kematiannya adalah kehilangan besar, tetapi api perjuangan yang dia nyalakan tidak pernah padam. Perlawanan dilanjutkan oleh putra dan kerabatnya, Sultan Muhammad Seman, yang meneruskan perang hingga awal abad ke-20.

Warisan Pangeran Antasari tidak hanya berupa wilayah yang berhasil dipertahankan, melainkan sebuah semangat abadi yang terangkum dalam semboyannya: “Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing.”

  1. Kesatuan Suku: Beliau membuktikan bahwa perbedaan suku dan keyakinan tidak menghalangi untuk bersatu melawan penindasan.
  2. Integritas dan Antikorupsi: Beliau menolak kekuasaan boneka Belanda dan segala bujukan materi dari penjajah, menjunjung tinggi kejujuran dan kehormatan.
  3. Filosofi Perjuangan: Semangatnya menjadi motivasi bagi generasi penerus di Kalimantan untuk tidak pernah menyerah dalam menghadapi kesulitan.

Atas jasa-jasanya yang luar biasa, Pangeran Antasari dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 1968. Namanya diabadikan di berbagai tempat, mulai dari nama jalan, universitas, hingga Komando Resor Militer (Korem), sebagai pengingat akan kepahlawanan putra terbaik Borneo ini.

Kisah Pangeran Antasari mengajarkan kita bahwa keberanian sejati adalah ketabahan untuk berjuang di tengah keterbatasan. Semangat “Haram Manyarah” adalah pegangan kuat yang harus kita warisi untuk menghadapi tantangan di masa kini dan masa depan.

Kisah Heroik Pangeran Antasari | Pira Zin | 4.5